Monday 7 March 2011

Teori Pentaatan Hukum

A.      Teori Hukum Alam ( natural law theory )
Asal-usul teori hukum alam yang terletak di Yunani Kuno. Banyak filsuf Yunani dibahas dan kodifikasi konsep hukum alam, dan memainkan peran penting dalam pemerintahan Yunani. Kemudian filsuf seperti St Thomas Aquinas, Thomas Hobbes, dan John Locke dibangun di atas karya orang Yunani dalam risalah teori hukum kodrat mereka sendiri. Banyak dari filsuf menggunakan hukum alam sebagai kerangka kerja untuk mengkritik dan reformasi hukum positif, dengan alasan bahwa hukum positif yang tidak adil berdasarkan prinsip-prinsip hukum alam secara hukum.
Anda sudah akrab dengan teori alam, meskipun Anda mungkin tidak menyadarinya. Ide yang Universal tentang keadilan yang lintas budaya adalah contoh yang sangat baik dari hukum alam. Banyak anak, misalnya, menarik rasa keadilan dalam sengketa, dan kebanyakan orang di seluruh dunia setuju pembunuhan yang parah adalah pelanggaran hukum alam. Banyak teori hukum alam akar teori mereka dalam gagasan bahwa semua manusia pada dasarnya masuk akal, dan bahwa motif mereka didorong oleh rasa pelestarian diri.
"Hukum alam" istilah ambigu. Hal ini mengacu pada jenis teori moral, serta jenis teori hukum, tetapi klaim inti dari dua jenis teori yang logis independen. Ini tidak mengacu pada hukum alam , ilmu hukum yang bertujuan untuk menggambarkan. Menurut teori hukum kodrat moral, standar moral yang mengatur perilaku manusia, dalam arti, obyektif berasal dari sifat manusia dan sifat dunia. While being logically independent of natural law legal theory, the two theories intersect. Sementara yang logis independen dari teori hukum alam hukum, dua teori berpotongan. Namun, sebagian dari artikel akan fokus pada teori hukum alam hukum.
Menurut teori hukum kodrat hukum, kewenangan standar hukum tentu berasal, setidaknya sebagian, dari pertimbangan yang berkaitan dengan jasa standar-standar moral. Ada beberapa macam teori hukum alam hukum, berbeda dari satu sama lain sehubungan dengan peran yang memainkan moralitas dalam menentukan otoritas norma hukum. Yurisprudensi konseptual John Austin menyediakan satu set kondisi perlu dan cukup untuk keberadaan hukum yang membedakan hukum dari non-hukum di setiap dunia yang mungkin. Teori klasik hukum alam seperti teori Thomas Aquinas berfokus pada tumpang tindih antara hukum alam dan hukum teori-teori moral. Demikian pula, neo-naturalisme Yohanes Finnis merupakan pengembangan dari teori hukum klasik alam. Sebaliknya, naturalisme prosedural Lon L. Fuller adalah sebuah penolakan terhadap gagasan naturalis konseptual yang ada perlu kendala moral substantif pada isi hukum. Terakhir, teori Dworkin's Ronald merupakan respon dan kritik terhadap positivisme hukum . Semua teori berlangganan ke satu atau lebih prinsip dasar teori hukum alam hukum dan penting bagi perkembangan dan pengaruhnya.
Teori Hukum Alam adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tersebut tidak dapat diganggu. Bersifat universal dan jelas ( dengan sendirinya ) artinya berlaku untuk semua orang, berlaku tanpa mengenal batas waktu  ( abadi )  serta berlaku di mana saja.
Teori ini dianut hingga abad pertengahan dan bisa dibedakan antara teori hukum alam yang bersumber dari agama yang mengembalikan segala sesuatunya pada kehendak tuhan, misalnya  bahwa orang menaati hukum karena tuhan atau alam menghendakinya demikian. Sedangkan aliran hukum alam lainnya berdasarkan pada akal atau rasio manusia bahwa orang menaati hukum itu karena menurut akal sebaiknya manusia itu menaati hukum.
Teori ini juga menyatakan bahwa sumber hukum yang baik adalah budi pekerti, jadi antara hukum dan moral tidak dapat dipisahkan. Umumnya, penganut hukum alam ini memandang hukum dan moral merupakan pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral. Aliran atau teori hukum alam ini dikemukakan antara lain oleh Aristoteles, Thomas Aquino, Hugo de Groot, dan Rudolf Stammler.
a.       Ajaran hukum alam Aristoteles
Berpendapat bahwa hukum alam adalah hukum yang tidak bergantung dari pandangan manusia akan tetapi berlaku untuk semua kapan saja dan dimana  pun dia berada yang bersifat mutlak, serta selaras dengan kodrat manusia.

b.       Ajaran hukum alam Thomas Aquino
Berpandangan bahwa dalam hukum abadi merupakan rasio ke-Tuhanan sebagai landasan bagi timbulnya segala undang – undang atau berbagai peraturan  hukum lainnya dan memberikan kekuatan mengikat  pada masing – masing peraturan hukum tersebut. Konsep Thomas Aquino dapat digambarkan dalam bentuk skema berikut




Principia Prima : norma – norma kehidupan yang berlaku secara fundamental, universal dan mutlak.
Principia Secundaria : norma – norma keidupan yang tidak fundamental, tidak universal dan tidak mutlak melainkan bergantung pada manusianya.
c.       Ajaran hukum alam Hugo de Groot
Berpendapat bahwa hukum alam bersumber dari akal budi manusia. Pembawaan dari setiap manusia dan merupakan hasil pertimbangan dari akal manusia itu sendiri. Contohnya dengan menggunakan akalnya manusia memahami apa yang adil dan apa yang tidak adil. Manusia harus hidup sesuai dengan kodratnya yang mempunyai akal maka manusia harus hidup menurut kehendak akalnya.

d.       Ajaran hukum alam Rudolf Stammler
Mengatakan bahwa kebenaran hukum itu selalu bergantung pada keadaan, waktu dan tempat. Karena didasari pada suatu kenyataan bahwa adanya hukum adalah tidak mungkin hukum itu isinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat  yang berbeda – beda, mungkin juga ditemukan suatu hukum yang benar ( Richtiges Recht ), yakni hukum yang baik dan adil suatu bangsa tertentu dan untuk waktu tertentu asal saja dipahami  benar – benar mengenai kebutuhan masyarakat yang terdiri dari orang – orang orang yang berkehendak bebas dikatakan sebagai masyarakat yang dicita–citakan ( social ideal ).

B.      Mazhab Sejarah (Historical Rechtsshcule)
Mazhab ini merupakan reaksi dari 3 (tiga) hal yakni;
1.       Rasionalisme abad 18 yang mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondidi nasional.
2.       semangat revolusi prancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi cosmopolitan.
3.       Pendapat yang berkembang saat itu mengenai pelarang hakim menafsirkan undang-undang karena menganggap undang-undang dapat memecahkan semua masalah
Mazhab yang menentang universalisme sekaligus timbul pada zaman gerakan nasionalisme di eropa ini mengarahkan perhatian hukum nasional pada jiwa bangsa. Tokoh pada mazhab ini anatara lain; Von Savigny, Puchta dan Henry summer Maine.
1.       Frederic Karl Von Savigny (1770-1861)
Ia menganalogikan timbulnya hukum dengan timbulnya bahasa suatu bangsa dengan segala ciri dan kekhususannya. Menurutnya hukum timbul bukan karena perintah penguasa atau karena kebiasaan, tapi karena perasaan keadilan yang terletak didalam jiwa bangsa itu (Instinktif). Hukum tidak dibuat, tapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, ia mengingatkan untuk membangun hukum study terhadap sejarah suatu bangsa mutlak dilakukan.
Pokok-pokok pemikiran Frederic Karl Von Savigny ;
·         Masing-masing bangsa memiliki ciri yang khusus dalam berbahasa. Hukum pun demikian.
·         Karena tidak ada bahasa yang universal, tiada pula hukum yang universal.
·         Hukum timbul bukan karena perintah penguasa atau karena kebiasaan, tetapi karena keadilan yang terletak di dalam jiwa bangsa itu (instinktif).
·         Jiwa bangsa (Volkgeist) itulah yang menjadi sumber hukum.
·         Das Rechts wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem Volke.
·         Hukum tidak dibuat, tetapi ia tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.




2.       Puchta (1798-1846)
Murid Savigny ini berpendapat bahwa hukum terikat pada Jiwa bangsa yang bersangkutan dan dapat berbentuk adat istiadat, undang-undang dan karya ilmuawan hukum.
Puchta membedakan pengertian bangsa ini dalam dua jenis :
o    Bangsa dalam pengertian etnis, yang disebutnya “bangsa alam”.
o    Bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis yang membentuk satu negara.
    
Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa dalam pengertian nasional (negara). Sedangkan “bangsa alam” memiliki hukum sebagai keyakinan belaka.    
·         Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang terorganisasi dalam negara.
·         Negara mengesahkan hukum itu dengan membentuk undang-undang.
·         Adat istiadat bangsa hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan negara.

3.       Henry Summer Maine (1822-1888)
Sumbangan henry bagi study hukum dalam masyarakat, terutama tamapk dalam penerapan metode empiris, sistematis dan sejarah untuk menarik kesimpulan umum.

C.      Teori Theokrasi
Teori ini menganggap bahwa hukum itu adalah kemauan tuhan. Dasar kekuatan hukum dari teori ini ialah kepercayaan tuhan, perintah tuhan di tulis dalam kitab – kitab suci. Tinjauan mengenai hukum dikaitkan dengan agama dan kepercayaan. Selain itu juga dasar – dasar ajaran tentang legitimasi kekuasaan hukum, teori ini berkembang di Barat diterima sampai zaman Renaissance ( abad 17 ). Penganut tetap teori theokrasi  ini seperti katolik, islam dan lain sebagainya, teori ini dikemukakan oleh Friederich Stahl.
kata kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Apabila kata daulat itu disandarkan pada kata Tuhan, maka ia mempunyai arti kekuasaan tertinggi adalah Tuhan. Pemerintahan yang berdaulatkan Tuhan adalah sebuah pemerintahan yang meletakan pucuk kekuasaannya pada Tuhan.
Teori kedaulatan Tuhan adalah sebuah teori yang dikemukakan tokoh penganut-penganut teori teokrasi. Sebagian dari mereka adalah Augustinus (354-430 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M) dan Marsilius (1280-1343 M).
Pendapat mereka sebenarnya sama. Tuhan ditetapkan sebagai pemilik kekuasaan yang tertinggi. Akan tetapi persoalan yang diperdebatkan adalah siapa di dunia ini yang mewakili Tuhan, Raja ataukah Paus?
Agustinus adalah orang yang paling awal memberi gagasan ini. Beliau berpendapat bahwa Paus adalah orang yang mewakili Tuhan di dunia, atau bisa dimaksud dengan di suatu negara. Pemikiran beliau ini tertulis di dalam sebuah karya tulisnya yang berjudul City of God (Kerajaan Tuhan).
Selanjutnya, datanglah Thomas Aquinas dengan teori baru dalam kadaulatan Tuhan. Beliau mengemukakan sebuah teori bahwa kekuasaan raja dan Paus itu sama, hanya saja perbedaannya berada ditugasnya yaitu raja di lapangan keduniawian, sedangkan Paus di lapangan keagamaan.
Perkembangan selanjutnya adalah teori yang dibawa oleh Marsilius. Marsilius mengajarkan teori baru yaitu kekuasaan tidak dimiliki seorang Paus, akan tetapi dimiliki negara atau raja. Menurut ajaran Marsilius, raja adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau memegang kedaulatan di dunia ini.
Teori kedaulatan Tuhan ini berkembang pada abad ke 5 M sampai abad ke 15 M. Perkembangan teori ini berjalan bersama dengan perkembangan agama baru pada masa itu, yaitu agama Kristen, yang diorganisir pihak gereja yang dikepalai oleh Paus. Pada masa itu, negara-negara Eropa dijalankan oleh dua organisasi kenegaraan, yaitu pihak gereja yang dikepalai oleh Paus, dan pihak negara yang dikepalai oleh raja-raja sesuai dengan daerah masing-masing. Ini disebabkan oleh agama Kristen adalah agama resmi negara-negara di Eropa pada masa itu setelah perjuangan yang kuat dari pihak gereja dalam menyebarkan agama Kristen melawan kepercayaan patheisme atau paganisme yang dipegang oleh raja-raja yang menganggap bahwa Kristen mengancam kewibawaan raja.
Pada saat Kristen sukses menjadi agama resmi negara-negara di Eropa, gereja pun mulai mendapat kekuasaan dalam mengatur negara, bukan saja urusan keagamaan, akan tetapi urusan keduniawian juga. Maka tidaklah jarang terjadi dua peraturan dalam satu hal. Satu peraturan dari raja, dan kedua peraturan dari gereja. Selama peraturan tersebut tidak berbenturan, maka tidak menjadi masalah. Tetapi, apabila kedua peraturan itu saling bertentangan, maka barulah timbul persoalan, peraturan manakah yang patut dipatuhi. Maka peraturan yang paling tinggilah yang akan diberlakukan. Persoalan inilah juga yang menjadi penyebab munculnya perdebatan soal kedaulatan Tuhan.
Selanjutnya, dengan munculnya teori yang dibawa oleh Marsilius, pemerintahan di Eropa menjadi berubah. Dulunya sebuah pemerintah yang sangat menghormati pihak gereja Catolik Roma, sekarang berubah menjadi pemerintahan yang diperintah oleh raja yang kekuasaannya digerakkan dengan cara absolut. Karena seorang raja tidak merasa bertanggung jawab kepada siapa pun kecuali Tuhan. Mereka merasa berhak untuk melakukan apa saja. Kenyataan ini terlihat jelas pada zaman renaissance.

D.     Teori Kedaulaan Rakyat ( Perjanjian Masyarakat )
Konsep modern tentang kedaulatan awalnya diungkapkan oleh ahli hukum Jean Bodin (1530-1596) sebagai penanda lahirnya teori kedaulatan rakyat. Daulatnya Bodin dipahami sebagai kekuasaan tertinggi, abadi, dan tak terpisahkan, ditandai dengan kemampuan untuk membuat suatu hukum tanpa persetujuan, dari pihak lainnya. Artinya menentukan sesuatu.
Kedaulatan itu bisa dimiliki oleh penguasa tunggal, kelompok tertentu, atau seluruh elemen warga. Bisa dalam bentuk pemerintahan persemakmuran, bisa juga sebagai monarki, aristokrasi, atau negara bangsa. Tanpa itu, status itu kumpulan manusia saja, bukanlah negara dan sama sekali bukan kedaulatan, bisa didudukkan sebagai crowd, sebentuk kerumunan tanpa pemerintahan dan kekuasaan.
Dalam Six livre de la République (1576; Enam buku persemakmuran) Bodin cenderung mendukung monarki mutlak, tetapi ide-ide hukum warisan abad pertengahan dan konflik politik pada masa itu telah membawanya ke dalam beberapa kontradiksi ide, dan Bodin cenderung perubahan ke depannya.
Thomas Hobbes (1588-1679), memberikan teori yang paling logis dari semua teori kedaulatan. Puncak abstraksi ada di dalam karya-Nya, Leviathan (1651), yang mengabaikan fakta sejarah dari pemikiran sebelumnya. Walau sama saja dengan Bodin, konsep Hobbes kedaulatan tampak serupa dalam hal kekuasaan absolut, keutuhan, dan tampilan voluntaris dari hukum
Tapi premis lainnya sepenuhnya berbeda. Manusia masuk dalam citra organis Aristoteles, bahwa manusia adalah binatang sosial dan politik: mereka adalah makhluk egois yang saling bermusuhan satu sama lain. Arena sosialnya adalah sama dengan keadaan alam liar dan buas, di mana yang namanya kedaulatan itu artinya adalah perasaan aman diri masing-masing dan kelompoknya.
Barangkali penjelasan Hoobes inilah yang tengah disaksikan oleh generasi politik modern saat ini. Di mana ideologi liberalisme, yang dibuka kerannya oleh revolusi Perancis, tengah dipraktikan di pelbagai kekuasaan dunia. Lambat laun, kekuasaan akan di ambil oleh para klik [kelompok ekslusif].
Para klik ini bukan raja, bukan penguasa kharismatik, bukan pula tuan tanah. Bentuknya adalah kekuasaan rakyat dari suatu kelompok kecil yang menjadi kuat, sampai akhirnya akan dimunculkan tokoh tirani di atas pucuknya. Tirani yang didasarkan pada undang-undang di bawah todongan fee para pengusaha pendukung klik.
Ini hanya penjelasan kecil mengenai tahap demi tahap dari revolusi Perancis yang masih laku sampai saat ini di berbagai negara berkembang, dari Mesir, Tunisia, Indonesia, Thailand, bahkan diam-diam di Amerika Serikat. Ketika raja kharismatik di penggal kepalanya [Lodewijs XI], maka yang maju ke depan adalah pimpinan agitatif [Robespierre].
Ketika pimpinan agitatif dipenggal, yang memimpin adalah kongsi [triumvirat], kemudian majulah seorang diktator kejam [Napoleon]. Dan berakhir di bawah pimpinan klik, yang memimpin demi popularitas dan cari aman. Periode itu mirip sekali dengan kepemimpinan modern Indonesia, dari pemerintahan raja-raja kecil kepada Soekarno, Supersemar, Soeharto, lantas kali ini SBY.  
Apakah pada akhirnya rakyat telah berdaulat? Wah, tampaknya hanya teorinya saja.
Teori ini merupakan ajaran dari kaum monarkomaken, khususnaya jaran Johannes Althusius.  Bahwa individu-individu itu dengan melalui perjannjian masyarakat membentuk masyarakat, dan kepada masyarakat inilah para individu itu menyerahkan kekuasaannya, yang selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaan tersebut kepada Raja.
Jadi Raja mendapat kekuasaan dari individu-individu tersebut. Individu mendapat kekuasaan dari hukum alam. Karena hukum alam yang menjadi dasar kekuasaan raja, maka kekuasaan raja itu dibatasi dengan hukum alam, dan karena raja mendapat kekuasaannya dari rakyat, maka pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat, yang  berdaulat adalah rakyat dan raja anya sebgai pelaksana dari apa yang diputuskan dan dikehendaki rakyat.
Dalam isu kedaulatan rakyat, pemikir yang seringkali dirujuk adalah JJ Rousseau. Dalam bukunya Contract ,Sodale (1763), Rousseau berpendapat bahwa manusia dengan moralitas yang tidak dibuat-buat justru waktu manusia berada dalam keluguan. Sayangnya, keluguan ini hilang ketika membentuk masyarakat dengan lembaga-lembaganya. Pada saat itu, manusia beralih menjadi harus taat pada peraturan yang dibuat oleh penguasa yang mengisi kelembagaan dalam masyarakat. Peraturan itu menjadi membatasi dan tidak bermoralitas asli karena dibuat oleh penguasa. Dengan demikian, manusia menjadi tidak memiliki dirinya sendiri.
Bagaimana cara mengembalikan manusia kepada keluguan dengan moralitas alamiah dan bermartabat? Menurut Rousseau hanya ada satu jalan: kekuasaan para raja dan kaum bangsawan yang mengatur masyarakat barus ditumbangkan dan kedaulatan rakyat harus ditegakkan. Kedaulatan rakyat berarti bahwa yang berdaulat terhadap rakyat hanyalah rakyat sendiri. Tak ada orang atau kelompok yang berhak untuk meletakan hukumnya pada rakyat. Hukum hanya sah bila ditetapkan oleh kehendak rakyat.
Faham kedaulatan rakyat adalah penolakan terhadap faham hak raja atau golongan atas untuk memerintah rakyat. Juga, penolakan terhadap anggapan bahwa ada golongan-golongan sosial yang secara khusus berwenang untuk mengatur rakyat. Rakyat adalah satu dan memimpin dirinya sendiri.
Akan tetapi pertanyaan berikutnya adalah: yang manakah kehendak rakyat itu? Bukankah rakyat adalah ratusan juta individu (di Indonesia) yang masing-masing punya kemauan dan jarang sekali atau tak pernah mau bersatu?
Rousseau menjawab pertanyaan ini dengan teori Kehendak Umum. Menurut teori ini: sejauh kehendak manusia diarahkan pada kepentingan sendiri atau kelompoknya maka kehendak mereka tidak bersatu atau bahkan berlawanan. Tetapi sejauh diarahkan pada kepentingan umum, bersama sebagai satu bangsa, semua kehendak itu bersatu menjadi satu kehendak, yaitu kehendak umum.
Kepercayaan kepada kehendak umum dari rakyat itu lah yang menjadi dasar konstruksi negara dari Rousseau. Undang-undang harus merupakan ungkapan kehendak umum itu. Tidak ada perwakilan rakyat oleh karena kehendak rakyat tidak dapat diwakili. Rakyat sendiri harus berkumpul dan menyatakan kehendaknya melalui perundangan yang diputuskannya. Pemerintah hanya sekedar panitia yang diberi tugas melaksanakan keputusan rakyat. Karena rakyat memerintah sendiri dan secara langsung, maka tak perlu ada undang-undang dasar atau konstitusi. Apa yang dikehendaki rakyat itu lah hukum.
Dengan demikian, negara menjadi republik, res publica, urusan umum. Kehendak umum disaring dari pelbagai keinginan rakyat melalui pemungutan suara. Keinginan yang tidak mendapat dukungan suara terbanyak dianggap sebagai tidak umum dan akihirnya harus disingkirkan. Kehendak yang bertahan sampai akhir proses penyaringan, itulah kehendak umum.
Untuk memahami kehendak umum menurut Rossesau diperlukan virtue, keutamaan. Orang harus dapat membedakan antara kepentingan pribadi dan kelompoknya di satu pihak dan kepentingan umum di lain pihak. Jadi untuk berpolitik dan bernegara diperlukan kemurnian hati yang bebas dari segala pamrih. Berpolitik menjadi masalah moralitas.
Dalam perkembangannya, teori kehendak umum yang digunakan untuk menjelaskan kedaulatan rakyat memiliki dua kelemahan, sebagaimana disebutkan oleh Franz Magnis Suseno (1992: 83-85): Pertama, tidak dikenalnya konsep perwakilan rakyat yang nyata. Rousseau lebih menekankan pada kebebasan total rakyat dan berasumsi bahwa kehendak rakyat tidak dapat diwakilkan. Kedua, tidak adanya pembatasan-pembatasan konstitusional terhadap penggunaan kekuasaan negara
Kedua kelemahan ini telah mengantarkan pada suatu tragisme kehendak umum, sebagaimana terjadi di Perancis, sekitar 200 tahun lampau. Pada saat itu, kehendak bebas dan total rakyat telah menjatuhkan rezim otoriter Louis XVI tetapi di lain sisi melahirkan suatu totalitarisme baru dari yang mengatasnamakan "kehendak murni" rakyat. Totalitarisme itu, di bawah pimpinan Robbespierre, telah menghadirkan suatu teror. Robbespierre mengidentifikasi kehendaknya dengan kehendak rakyat. Ketika itu, kehendak yang tidak sama dengannya, secara sederhana dianggap sebagai kehendak di luar "kehendak murni" rakyat.
Perkembangan tragis dari kehendak umum ke suatu kondisi teror dari kehendak umum terhadap kehendak minoritas, memang acap terjadi setelah fase revolusi dilalui dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, Eric Hoffer (Hoffer: 1951), menyarankan untuk dilakukan suatu peralihan dari fase revolusioner kepada suatu pembentukan konstitusi yang ditaati oleh rezim baru dan rakyatnya.
Prasaran Hoffer pada dasarnya melengkapi asumsi dari Rousseau tentang perlunya suatu moralitas untuk memimpin negara. Jadi moralitas saja tidak cukup. Kalau demikian, ini menjadi menarik. Bagaimana komposisi moralitas masyarakat (dan penyelenggara negara) plus konstitusi dan dasar legal di Indonesia dapat diandalkan untuk terjadinya 2 (dua) hal yang menurut Magnis, menjadi prasyarat kedaulatan rakyat?
E.       Teori Kedaulatan hukum
Tokoh dari aliran ini adalah Prof. Mr. H. Krabbe dan Leon Duguit. Menurut Karrabe, hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan orang terbanyak yang dituduhkan kepadanya. Karena sifatnya yang berusaha mencapai keadilan yang setinggi-tingginya, maka hukum itu wajib ditaati oleh manusia.
Hukum itu ada, karena anggota masyarakat mempunyai perasaan bagaimana seharusnya hukum itu. Hanyalah kaidah yang timbul dari perasaan hukum anggota suatu masyarakat, mempunyai kewajiban/ kekuasaan
F.       Asas Keseimbangan
Kranenburg, murid dari dan pengganti Prof. Karabbe berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum orang. Dalil tersebut dirumuskan oleh Kranenburg sebagai berikut : “ tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu “. Dalil ini oleh Kranenburg dinamakan asas keseimbangan.
                Penemuan Hukum
Akibat perkembangan masyarakat, maka perkembangan hukum berjalan seiring jalan. Hakim merupakan salah satu faktor pembentukan hukum. Badan legislatif menetapkan peraturan yang berlaku sebagai peraturan umum, sedangkan pertimbangan dalam pelaksanaan hal-hal konkret diserahkan kepada hakim sebagai pemegang kekuasaan Yudikatif.
               Yang dilakukan hakim yaitu :
a.       Konsturksi hukum. Misalnya pada pasal1576 tentang jual beli “Koop Break Geen Huur”
b.       Penafsiran hukum. Ada beberapa metode penafsiran, yaitu penafsiran tata bahasa, yaitu pernafsiran yang berdasarkan ketentuan UU yang berpedoman pada perkataan.
Penfsiran sahih, yaitu penfsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang telah diberikan oleh pembentuk UU
Penfsiran historis, yaitu penfsiran yang berdasarkan sejarah hukum dan UU-nya.
Penfsiran sistematis, yang penfsiran memiliki susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya, baik dalam UU itu, maupun dengan UU lainnya.
Penfsiran nasional, yaitu penfsiran memiliki sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku.
Penfsiran teleologis, yaitu penfsiran dengan mengingat maksud dan tujuan Undang-Undang itu
Penfsiran ekstensif, yaitu memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu.
Penfsiran restriktif, yaitu penfsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu.
Penfsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya.
Penfsiran a contrario, yaitu suatu cara menafsirkan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.







Daftar Pustaka :
Drs. C.S.T. Kansil, S.H. pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka
http://medizton.wordpress.com/2010/05/15/teori-kedaulatan/
http:/anneahira.com/teori-kedaulatan-rakyat.htm
http://interseksi.org/publications/essays/articles/telaah_konstitusional.html
http://wisegeek.com/what-is-natural-law-theory.htm
http://iep.utm.edu/natlaw/
http://akitiano.blogspot.com/2007/07/kedaulatan-tuhan-dan-kedaulatan-rakyat.html
http://setia-ceritahati.blogspot.com/2010/04/mazhab-sejarah-historical-rechtsshcule.html
http://kuliahade.wordpress.com/2010/01/31/filsafat-hukum-mazhab-sejarah/
http://www.slideshare.net/joehasan/teori-hukum

No comments:

Post a Comment